Mantappu Jiwa (Buku Latihan Soal)

Oleh Jerome Polin Sijabat

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama (e-book)

Tahun 2019

224 hlm.; 20 cm

ISBN DIGITAL: 9786020632421


(Photo by me)



Dalam mencapai sesuatu memang harus ada yang dikorbankan, termasuk hal yang terlihat baik sekalipun. Kita harus berani mengorbankan yang baik demi meraih yang terbaik. (hlm. 100)


Quote di atas sudah pernah kujadikan bahan cerita lho karena memang aku sependapat. Kalau kamu berkenan membaca, silakan kunjungi blogku yang ini 🠞 Untuk Mendapatkan Sesuatu Kau Juga Harus Kehilangan Sesuatu (sangat kuapresiasi jika kamu meninggalkan komentar juga). Sejujurnya, aku mendapatkan kutipan tersebut dari drama Korea "Pinocchio", hihi.


Hai!

Aku kembali dengan membawa cerita baru yang kuambil dari buku pertamanya Jerome Polin. Walaupun judul tulisan ini adalah Book Review, tapi nggak papa ya kalau aku sambil curhat? (Yang kulakukan selama ini juga begitu sih, curhat berkedok review. Maafkan, karena my blog my diary).



Di Indonesia ini, nggak mungkin rasanya kalau tidak mengenal Jerome, betul?

Aku sendiri termasuk "baru" mengenal Jerome, dalam artian tidak mengikuti perjalanannya dari nol. Nah, kalau kamu sama halnya denganku (apalagi kalau kamu penggemar Jerome), kamu bisa baca buku ini, karena di sini disuguhkan cerita kehidupan seorang Jerome Polin. Sebenarnya aku bukan tipe yang suka membaca cerita sukses orang lain, karena pasti isinya dibuat sedramatis mungkin sehingga banyak orang bersimpati atas kisahnya dan seterusnya dan seterusnya.

Kalau begitu, berarti aku iri dong?


Memang, katakan saja aku iri dengan setiap kesuksesan orang lain. Apalagi dengan bumbu peluh keringat, tetes air mata dan background kemiskinan di dalamnya.

Klise sekali, iyakan? Rasanya seperti tidak mungkin.

Banyak perdebatan tentang yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya. Dan yang sukses sudah tentu memiliki privilege. Awalnya, aku sepenuhnya setuju dengan hal itu. Mereka yang sukses itu pasti membawa sesuatu yang bisa meringankan langkah mereka kepada kesuksesan. Tidak mungkin orang miskin tiba-tiba sukses bergelimang harta. Bukankah benar jika dipikir dengan logika?


Sampai sekarangpun aku masih memiliki pemikiran seperti itu. Kenyataannya memang demikian, kita hidup pada masa di mana kapitalisme menjarah akal pikiran dan hati nurani kemanusiaan. Semuanya serba uang. Uang, uang, uang. 

Materi dan ketenaran adalah number wahid periode ini. Coba bilang padaku, apakah kamu salah satu yang menganggap bahwa uang dan popularitas adalah indikasi kesuksesan?





🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹


Oke, yang di atas adalah preambule. Mari kita bahas tulisan Jerome. 


Aku pernah membaca review seseorang yang mengatakan bahwa buku ini lebih bercerita kepada proses daripada hasil. Setelah kucermati, memang benar. Jerome membeberkan kisahnya bahkan dari bayi sampai namanya sebesar sekarang.


Kalau kamu penasaran kenapa diberi judul "Buku Latihan Soal", itu karena betul ada soal MATEMATIKAnya, guys. Bayangkan!! Jerome mengubah soal-soal itu menjadi solusi pemecahan masalah hidup. Masalah hidup aja penyelesaiannya pakai rumus Matematika. WOW! Sangat berdedikasi dan visionable, yorobun!!

Apa nggak pulang aja sekalian Jer? Aku baru melihat variabel x y saja sudah mual, apalagi ditambah rumus integral limit tak hingga. Kayaknya cintaku padamu sih yang tak hingga. Oke, baiqlah. Ini garing. Skip!


(Photo by me | Caption: Please, Jer! ini receh)


Sejujurnya, aku bingung mau menuliskan apa di sini, karena saking banyaknya cerita Jerome yang bikin aku Salute!! 

Yang kalau kuceritakan, akan sangat panjang dan meluas kemana-mana. Gitu ya kalau seseorang memiliki darah juang, kisahnya inspirational bin menggugah jiwa. Apalah aku ini? EH tapi YA ALLAH, semoga kesuksesan menantiku di depan sana, begitupun kamu. AAMIIN.


Di buku ini tuh ada beberapa quotes yang gimana ya bilangnya... gini, 

sebelum baca buku ini, aku juga udah merasakan kebenaran quotes itu, gitu lho, paham? 🙆

Ya ituu, kaya quote yang kububuhkan paling atas.

Jadi, be lyke, Oh! Jerome juga merasakan ini, itu, oh kita sama. Bedanya, dia punya semangat juang membara, sementara semangatku sudah terbang bersama angin. 😭😢

Sebenarnya semangatku juga tinggi kok, cuma ngga ada support system aja. (ini beneran curhat ✌)


Salah satunya, quotes yang ini, aku sepenuhnya setuju.

Memulai memang yang paling susah. Tetapi, sekali sudah mulai, rasanya semangat banget buat melanjutkan. Baru setelah itu, menjalankan dengan konsisten juga tidak kalah susah.

(hal. 177)


Contohnya ketika mengerjakan skripsi, melanjutkan cerpen yang sudah lama tidak disentuh, termasuk menulis blog ini. Indeed. Membangun niat memang berat ya? Tapi, istiqomah lebih berat lagi.




 Intermezzo sebentar karena ada sebuah funfact:

Aku selesai baca buku ini tanggal 27 Mei 2022, sekali duduk.

Beberapa waktu sebelum itu, aku sempat unfollow instagram Jerome, karena aku sudah cukup terganggu dengan unggahan cerita dia yang semakin kesini semakin kesana alias serba berlebihan. Apalagi setelah ramai isu youtuber X yang memelihara satwa liar dan nama Jerome ikut terseret. Itu cukup membuatku hilang respect kepada Jerome.


Tapi, begitu aku selesai membaca bukunya, aku jadi tau Jerome dari sisi lain. Dari segala proses yang dia lalui sampai mendapatkan semua itu. Benar-benar membuatku tertampar sih. Oh, ya, dia memang layak mendapatkan itu, pikirku. Setelah itu, aku kembali menjadi followers Jerome. 👌😂




Segitu besarnya pengaruh Jerome ke kawula muda zaman sekarang ya. Aku nggak bisa berkata-kata lagi. Langsung saja kusebutkan poin-poin dari buku ini yang membuatku kagum sama Jerome.


Meletakkan Tuhan di atas segalanya. Dalam islam juga demikian, TuhanㅡAllah SWTㅡharus disertakan disetiap langkah, kemanapun kita pergi. Tugas kita adalah ikhtiar, sisanya serahkan pada Allah SWT.

Belajar, Belajar, Belajar. Jerome itu suka belajar (aku juga, tapi merasa nggak pantas bilang ini 😢). Disitu Jerome bahkan memberi saran kalau ingin berhasil maka harus belajar sampai GILA. Setiap helaan napas dalam hidupnya adalah belajar. Bayangkan, dia bahkan sudah mulai menyicil belajar sedari SMP untuk menyiapkan ujian masuk Perguruan Tinggi. Aku? SMP? Nggak tau deh ngapain aja.

Semangat juang, pantang menyerah, YOSH! Diceritakan kalau dia ini berkali-kali ikut lomba dan berkali-kali kalah, tapi habis itu, tetep nggak nyerah, IKUT LOMBA LAGI! Bahkan ajang kejuaraan yang dinilai sangat prestisius dan mustahil untuk dicapai mengingat keadaan dia yang belum fasih bahasa Jepang pun dia ikuti. Dengan darah juang yang membara, dan akhirnya menang. WAW!! *elus dada aja aku*

Berani bermimpi. Jerome itu awalnya cuma mimpi pengen ke Disney Land. Itu baru bisa diwujudkan kalau dia kuliah di luar negeri. Saat itu, rasanya hanya angan-angan belaka untuk bisa kuliah apalagi di luar negeri. But, see?  He did it!  Kekuatan mimpi itu sebenarnya ada. Hanya saja sebagian berani bermimpi, sebagian yang lain takut. Padahal mimpi kan tidak bayar? Mumpung gratis, mimpi saja sekalian yang di luar ekspektasi, sambil diimbangi DOA, YA!  

 

Sepertinya itu saja. Sebenarnya kalau dijabarkan, akan banyak cerita ya, tapi biarlah kamu membaca buku ini sendiri, karena aku sudah tidak bisa berkata-kata.


By the way, ada yang bikin ngakak dari tulisannya Jerome. 

Memang ini bukan rumus yang oke, tapi dalam hidup kita sering merasa lega kalau ada orang lain yang sesusah kita, iya nggak sih? 😂😂😂


Kalau aku sih, YES! Tapi, dalam tanda kutip yaaa, tidak serta-merta aku tertawa di atas penderitaan orang lain.





After all, kalau kamu suka buku yang isinya motivasi, darah juang, jerih payah dan keberhasilan, baca deh bukunya Jerome ini. Dijamin! Semakin tidak termotivasi. 😄

Oke, just kidding ya, teman! Tetap termotivasi kok dan bikin refleksi diri bahkan. Sebab pada dasarnya kesuksesan itu tergantung diri masing-masing, mau miskin atau kaya dari lahir, berpeluang sama untuk menjadi sukses atau gagal. Peluangnya 50:50. Tinggal bagaimana cara kamu menyiasati agar berhasil menjadi bagian dari 50% yang sukses itu. 


AKU DAN KAMU YANG MEMBACA TULISAN INI ADALAH CALON ORANG SUKSES. DUNYA WAL AKHIROH. AAMIIN. 💙





Rate: 8/10 ★


Terakhir...

Bahaya dan kesalahan yang paling besar bukanlah ketika kita memasang target yang terlalu tinggi lalu kita gagal, tapi ketika kita memasang target yang terlalu rendah lalu kita berhasil. ㅡMichelaangelo (hlm. 182)



 

(Photo by Author)


 

"Adakah Orang Sepertiku?"

같은 사람 있을까

Oleh Lucia Song

Penerbit Shira Media

Cetakan ke-1, Tahun 2020

248 hlm; 13 x 19 cm

ISBN 978-602-7760-34-9

Rp89.000,-

 

 

 

“Hanya saja, aku lelah pada pekerjaan dan hubungan dengan orang lain, juga pada cinta.”

 

Aku memang tidak lebih bahagia daripada orang lain, tetapi tidak seburuk itu.

Aku tidak merasa tertekan juga tidak merasa gembira.

Aku menyukai seseorang,

tetapi terkadang tidak menyukainya.

Begitulah, setengah introver, setengah ekstrover.

 

Seseorang yang sepertiku.

(Blurb)

 

 

 

Menurutmu, adakah orang seperti dirimu?

Memangnya dirimu itu seperti apa? Hihi

 

Hai, akhirnya aku mereview buku lagi setelah sekian purnama. 

Menarik ya judul bukunya? Aku langsung berminat memilikinya begitu pengumuman pre-order dibuka. Kalau kamu? Bagaimana caramu menentukan buku apa yang mau dibeli? Untuk sekarang, esai Korea masih menjadi koleksi favoritku.

 

Aku mau menceritakan sedikit isi buku ini (dan mungkin sedikit curhat). Kalau dilihat dari judul dan ilustrasi cover, yang kubayangkan akan isinya adalah kehidupan seseorang pada usia quarter-life yang begitu sulit dan menekan.


(Sumber: twitter.com/kevinpramudya_)

 

Suatu saat ia berbuat seperti ini, di lain waktu ia seperti itu. Ia berusaha mengeluarkan senyuman palsu pada semua orang yang ditemuinya. Ia juga harus menjaga image sepanjang hari demi predikat ‘ramah’ dan bintang lima dari pelanggan. Ia perlu bersosialisasi dan menerima telepon dari puluhan orang. Malamnya, ia terus mengingat apa saja yang sudah dilakukannya pada hari itu dan mau tidak mau ia harus merefleksikannya demi esok hari yang mungkin tidak lebih baik.

 

Bukankah kehidupan (menjelang) dewasa memang seperti itu?

Namun, jika ini adalah bagian dari hal yang dimiliki orang dewasa, aku berharap selamanya tidak menjadi seperti orang dewasa. (hal. 6)

 


Sudah sampai fase manakah hidupmu sekarang? Apakah kamu tipe yang mengikuti urutan hidup secara tertib (sekolah-kuliah-kerja-menikah) atau kamu adalah seseorang yang bebas dan suka melanggar jalur? Kalau aku, hhmmm, apa ya, aku juga sedang di ambang kegelisahan sama sepertimu.


(Sumber: instagram.com/chloe_y_m)


Di satu sisi, kamu harus memulai kehidupan usia produktif (pasca lulus dari universitas), di sisi lain, kamu harus melawan dirimu sendiri (ego) yang belum siap melepaskan kenyamanan yang sudah melekat sejak dulu. Kamu belum berani, dan kamu takut untuk menghadapi kenyataan hidup yang siap menyambutmu ketika kamu benar-benar bangun dari tempatmu sekarang. Bukankah begitu?

 

Lagi-lagi kamu dipaksa. Tapi...

Memulai atau tidak memulai itu adalah sebuah kebebasan, tetapi tidak akan ada hasil yang didapatkan jika tidak memulainya. (hal.34)

 

Hhhh, berapa kali lagi kira-kira harus menghembuskan napas?

 

Sulit bagiku untuk mengakui bahwa aku adalah seseorang yang menuju usia dewasa dan produktif. Memang kelihatan sekali pada diriku bahwa aku belum siap. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku harus bekerja keras, aku harus berusaha, aku harus menampilkan yang terbaik, aku juga harus memberikan senyuman palsu. Sekali lagi, aku terpaksa mengikuti alur hidup (re: tekanan sosial) yang seperti sudah dirancang itu.

 

Karena pada dasarnya,

Menjadi pribadi yang diharapkan oleh seseorang sampai kapanpun adalah hal yang menyesakkan hati. (hal. 51)

 

(Sumber: twitter.com/kevinpramudya_)

 


Jadi, itulah jawabanku untuk pertanyaan yang menjadi judul buku ini.


Seperti biasa, esai Korea entah bagaimana selalu cocok dengan kondisiku. Isi buku ini tidak jauh-jauh dari realita kehidupan sehari-hari. Tentang tuntutan hidup, hubungan dengan orang lain, pergolakan batin, dan kisah romansa (yang sama sekali tidak pernah terjadi pada diriku).


Aku merekomendasikan buku ini kepadamu, jika kamu merasa sedang hampa dan hilang arah. Ya memang benar, membaca buku tidak lantas memperbaiki keadaanmu. Tapi, asal kau tau saja, walaupun tidak sebegitu berpengaruh, setidaknya kamu merasa memiliki teman senasib, bahwa di luar sana juga ada seseorang yang sama sepertimu. Buktinya buku ini laris di Korea sampai diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Itu berarti banyak orang yang sedang dalam kondisi gundah gulana, bukan?

 

(Photo by Author)

Selain itu, aku suka membaca buku yang banyak mengandung quotes, apalagi kalau ada kemiripan denganku. Sejauh ini kebanyakan quotesnya pasti relate sih, hihi. Kubilang, aku memang cocok dengan buku-buku 자까님 Korea.

 

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸


Psstt..

Ada satu halaman di buku ini yang cukup menenangkan jika kamu membacanya pada hari ulang tahunmu. Aku tidak akan membocorkan apa tulisannya, karena ini bersifat surprise. Yang pasti akan muncul perasaan bahagia ketika kamu menelisik kata demi kata di halaman itu. HAHAHA.

 




I give 7/10 for this book•


Terakhir...

Adalah hal yang menyenangkan jika aku bisa menjadi kebahagiaanmu. (hal. 183)

 

 

 



(Sumber: twitter.com/rykarlsen)



Part #2



. . . .

Bagaimana dengan kelanjutan rencana studi akhirku?

Tentu saja kacau balau. Dan aku sama sekali tidak membuat plan B.

Di tengah huru-hara itu, aku berusaha tetap stay cool, kalem, santai dan mendalami apa yang terjadi. Supaya aku bisa menyusun ulang dari awal, semuanya.

Alhamdulillaah sekali lagi, aku mendapatkan tempat. Walaupun harus apply kesana kemari terlebih dahulu. Setidaknya aku bisa bernapas lega untuk satu hal.


Masuk ke 2021.

Perjalanan panjangku (tidak sepanjang itu juga sih sebenarnya, pokoknya gitu deh) dimulai akhir tahun 2020. Awalnya aku mengira ini akan berjalan sesuai rencana, lancar tanpa hambatan. Ett, tidak seperti itu, Esmeralda! Ini bukan jalan tol ! Hambatan dan rintangan tentu saja ada! *Enak aja mau mulus dan lancar jalan kau
Fiuhh


Ya, ya, ada saja semua hambatan dan rintangan yang sungguh menyesakkan hati itu. Mulai dari diri sendiri sampai persoalan risetku. Jujur saja, di tempat itu aku seperti merasakan ospek kehidupan yang sesungguhnya. Kalau kata anak zaman sekarang, sampai kena mental. 
Ini serius. Aku mau bilang sesuatu tapi agak malu. Nggak perlu dikatakan kalau begitu, hehe.

Tau nggak apa yang membantuku untuk perlahan-lahan bangkit menjalani kehidupan waktu itu?
Gambar ini . . . (aku dapat dari akun line seseorang, comment for credit ya)







Percaya atau tidak, tapi itu serius ampuh bagiku. Sepele, ya.

Dan begitulah aku membangun semangatku hari demi hari. Terkadang diselingi membaca novel, menonton drama, mendengarkan musik, berselancar di sosial media, haha. 


Tapi . . .

Dibalik itu semua, memang benar ada pelajaran yang bisa kuambil, ada value berharga dari pengalamanku selama berproses disana yang belum tentu bisa kudapatkan selama aku kuliah 3 tahun. 

Sejujur-jujurnya, aku benar merasakan damagenya (kalau kata anak sekarang). Dan setelah mengetahui semua itu, aku langsung merasa menjadi makhluk paling beruntung sejagad. Aku langsung bersyukur atas semua yang terjadi pada pertengahan-akhir 2020 yang berhasil membawaku ke tempat itu. Aku langsung berasumsi bahwa ini adalah takdirku untuk belajar dan berproses bersama orang-orang di sana, bahwa memang Allah SWT adalah sebaik-baik pembuat rencana.



(Sumber: twitter.com/rykarlsen)


Aku yang sebatang kara hidup di perantauan nan jauh itu merasa memiliki keluarga baru, yang peduli akan keberadaanku, menanyakan apakah aku baik-baik saja, peduli persoalan makan, kesehatan dan bahkan tempat tinggal.

Kepada segenap keluarga baruku di sana, sebuah kota di Jawa Timur. 

Maaf, aku tahu aku pasti banyak merepotkan.
Maaf karena belum bisa membalas apapun.
Aku amat sangat berterima kasih sedalam-dalamnya, atas kepeduliannya padaku yang hampir 1 tahun bersama.
Terima kasih jika suatu saat ada yang membaca ini.


. . . .


Begitulah ceritaku, walaupun samar-samar kuceritakan, semoga ini tetap memorable, khususnya untukku sendiri.




Now, I'm officially S.P.
Alhamdulillaah.
Tentu saja terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orangtua dan keluarga yang memberikan dukungan penuh padaku, yang memberikan kebebasan apapun padaku, yang mencurahkan segenap waktu, tenaga dan finansialnya padaku. Terima kasih.

Terima kasih untuk kedua pembimbing skripsiku. Tanpa beliau, aku tidak mungkin bisa mencapai ini.

Terima kasih untuk teman seperjuanganku, iya kamu. Dukunganmu sangat berarti untukku. Semangat. See you on top, ya!


Last but not least, i wanna thank me. I wanna thank me for believing in me, i wanna thank me for doing all this hardwork, i wanna thank me for having no days off, i wanna thank me for never quitting. 




THANKYOU, 2021. HAPPY NEW YEAR 2022. YEAY!





A music recommendation from me to you:






Part #1



Hi, Assalamu'alaykum.

I am back! Been here again after 3 months.

How's your day, guys? It is New Year Eve now. So happy, right?


I'm excited with something new, coming in the future, especially on 2022. Not 'that' very special, but this is must waited year because i am officially B.A or S.P. now. Ya! I have graduated from my university this month, this 2021, with a very long journey. =D


If you don't mind, i wanna tell you my story here. This is not such an inspirational story or what, but i just want to keep it here so it'll be memorable and unforgottable, hihi.  



(Sumber: twitter.com/sisthaaaaa)


First of all, Alhamdulillah, resolusi utamaku untuk tahun 2021 tercapai. Aku lulus dengan predikat Cumlaude dari Universitas tempatku belajar selama 4 tahun 3 bulan.


Tentu saja ini tidak mudah, banyak hal yang sudah kulewati, baik itu sesuatu yang menyenangkan atau menyesakkan. Selama itu, aku belajar hal baru. I'm trying to challange myself. Aku mencoba untuk keluar dari my comfort zone. Tidak bermaksud untuk mengagungkan hal ini, tapi aku adalah seorang introvert parah. Tidak ada yang tahu seberapa keras usahaku memaksa diri sendiri agar lebih berani melakukan hal-hal yang itu bukan aku banget, like  forced myself to be more talkative, forced myself to be more easygoing person, but literally this isn't easy to me.


Yeah, this is me now, just a little bit differences, with me on my past



Sebenarnya ada satu hal pemicu mengapa aku sulit berkembang dan sangat susah keluar dari sifat asliku, but i'm sorry, i can't tell you here.

Hanya saja, aku berasumsi memang itu penyebabnya. Aku juga merasa itu semua dapat diselesaikan dengan bantuan seorang ahli, sebut saja psikiater atau psikolog. Aku memang terkadang berpikir untuk mengunjungi orang-orang itu, bercerita dan mendapatkan solusi.



Tapi, aku 'kan hanya anak kecil yang belum mencicipi asam garam kehidupan yang sebenarnya, kalau aku pergi ke tempat seperti itu, apa kata keluargaku? Toh, finansialku juga tidak mendukung, truely so sad.


Jadi, begitulah aku sampai sekarang. Sampai aku lulus bangku Universitas, aku hanyalah aku yang dulu dengan sedikit perubahan. Memang aku ini bukan agent of change.  Walaupun begitu, satu hal yang bisa kubanggakan dan kusyukuri adalah aku berhasil lulus perguruan tinggi dengan predikat cumlaude tanpa membebani orangtua dengan setumpuk biaya perkuliahan yang nilainya di luar nalar bagi keluarga kami. Alhamdulillaah 'ala Kulli Hal.



(Sumber: twitter.com | comment for credit)



P.s. : Gambar di atas adalah gambaran aku bolak-balik rantau dan kesana kemari, termasuk selama mengurus tugas akhir, ya kan. Nggak perlu diapresiasi atau apa, aku hanya suka gambarnya, siapapun yang membuat, kabari aku untuk pencantuman Credit.


 


Sebuah cerita, 2 tahun bersama coronces.


Awal tahun 2020 adalah sebuah permulaan tahun terakhirku di Universitas. Aku sudah memikirkan banyak hal untuk mempersiapkan tugas akhir atau skripsi. Sebelum itu, aku baru saja menyelesaikan magangku di sebuah tempat yang namanya sudah besar di daerah Jabodetabek. Tentu saja aku sengaja memilih tempat yang jauh dari realita kehidupanku karena aku ingin mencicipi sedikit rasa kehidupan orang-orang di luar sana alias aku anaknya suka kesana kemari kalau urusan perakademik-an.



And then, setelah merampungkan magang, yaitu Februari 2020, meruaklah kabar virus meresahkan ke penjuru negeri. Awalnya aku senang, karena dengan begitu perkuliahan akan diadakan secara daring untuk sementara waktu. Tapi, tidak semudah itu, Shayy.

Virus kurang ajar ini ternyata berhasil memporakporandakan rencana studi akhirku. Sampai pertengahan tahun, aku dibuat hampir gila dan amat sangat tertekan, if you know you know ya. Aku bahkan sampai impulsif buying demi meredakan itu semua. 


Apa yang kubeli? Tentu saja buku. Aku mencari semua buku terjemahan Korea yang almost of them literally about self-improvement. Dari situlah akhirnya aku menciptakan blog ini. Blog yang masih ala kadarnya ini diharapkan bisa menampung segala curhatan, keluh kesah, sambatan, impian terpendam, aspirasi, pendapat, apapun itu terkait diriku. Beuh~



Tahun pertama kemunculan virus yang bentuknya kaya matahari itu benar-benar sulit buatku. Ya, akupun tahu, aku paham, pasti sulit juga untuk semua orang. Tapi, tidak ada salahnya 'kan untuk mengungkapkan hal itu? 


Lantas, bagaimana dengan kelanjutan rencana studi akhir yang diporakpondakan tadi?




Next to Part #2

[2021 Wrap Up #2 | A Little Journey | Pixie Dust (emilyfluous.blogspot.com)]


**Intermezzo

Rekomendasi lagu 2021 dariku: