(Photo by Author)



"HYGGE: Seni Hidup Bahagia Orang Denmark"

Oleh Marie Tourell Søderberg

Penerbit Renebook

Cetakan 1, Maret 2021

244 hlm; 14x21 cm

ISBN 978-623-6083-01-7

Rp99.000,-



"Sebuah konsep hidup dari Skandinavia yang dilafalkan sebagai "huuga", menjadikan Denmark bangsa paling bahagia di muka bumi. Hygge menggambarkan perasaan yang muncul dengan sendirinya. Misalnya ketika berjalan-jalan santai di taman bersama adik, membaca buku yang menarik di tempat favorit. Atau ketika kita berbagi makanan dengan teman baik. Hygge ada di sekitar kita, dari hal-hal kecil yang terjadi setiap hari. Namun sayangnya, tidak semua orang tahu cara menemukan waktu yang tepat untuk momen-momen tersebut."


🎧 Rekomendasi dariku: Folklore dari Taylor Swift mungkin cocok untuk menemani dirimu membaca tulisanku ini



Hygge.

Bagaimana caramu melafalkan kata 'hygge' ?

Hige? Haige? Haiji? 

Menurutku, ya biasa saja, HIGE. Kosa kata yang cantik ya, kesannya menyegarkan, tau kan maksudku? hihi


Tapi, ternyata bukan seperti itu, teman.

Bagiku, dan kamu, yang bukan rakyat Skandinavia, pelafalan kata hygge agak rumit dan perlu sedikit teknik.

Bagaimana tekniknya? Itu dibahas lho di buku ini, ada di bab paling awal. Baca sendiri yaa, love.


Lalu, hygge sendiri itu artinya apa sih?

Hmm.. dari yang kubaca dan kutelisik sesuai nalar pikiran dan hati nuraniku (uhuk), dia bermakna 'tenang' atau 'santai' atau dalam bahasa kekinian bisa disebut juga 'me time' kemudian 'self-healing' yang semua itu intinya adalah mengistirahatkan jiwa, hati, badan, batin dan pikiran dari segala kejenuhan yang menumpuk di dalamnya. Ya, kira-kira begitu aku menafsirkannya. Di bukunya juga banyak ahli yang menerjemahkan kata tersebut. Oh, iya, hygge itu pure kosa kata bahasa Denmark lho dan nggak ada padanan kata bahasa Inggrisnya. 


Apa sih isi bukunya?


Aku menggambarkan isi buku ini dengan sesuatu yang menyejukkan. Serius. Bayangkan dirimu sedang berada di negara Swiss yang sejuk dan bersih, dan banyak air terjunnya, sungai jernih yang mengalir, dan rumah-rumah di sekitar pegunungan bersalju. Semuanya hijau dan dialiri angin yang segar, dengan suasana hening dan sepi. Mungkin yang ada hanya suara gemercik air dan kicauan burung. OMG.


Atau aku bisa merekomendasikanmu channel Youtube yang menggambarkan suasana hygge di Skandinavia. Ini contohnya (durasinya agak panjang, kalau bosan bisa ditonton nanti-nanti saja, ya, aku tidak memaksamu, aku juga tidak bermaksud mempromosikan channel ini, haha).






Oh, kalau mau lihat sesuatu yang menyejukkan lagi (yang durasinya lebih pendek), ini video Jonna yang lain, Check it out!



Yang ini juga, haha!



Iya, kan? Menyenangkan. 
Itulah hygge dalam sudut pandangku. Sesuatu yang membuat rileks.

Suasana lingkungan yang mendukung ditambah pikiran yang sedang tenang dan tidak kalut, ditambah spot-spot favorit untuk berelaksasi. Huh, kuharap hari tuaku nanti bisa seperti itu.

Di buku ini, disebutkan benda-benda yang membuat kita bisa menikmati waktu hygge, ada lampu yang redup/remang-remang tapi hangat, buku, lilin khususnya yang aromaterapi, minuman hangat, kaus kaki, selimut, tanaman hias. 

Sampai sini, apa Kamu sudah paham makna kata 'hygge' ?

Sesuai judul buku, hygge merajuk pada sesuatu yang dapat memunculkan suasana bahagia. Apapun yang membuat dirimu bahagia, tenang, dan rileks, itu adalah hygge.

Kamu bahkan bisa menciptakan hygge-mu sendiri, misalnya kamu sedang memikirkan akhir pekanmu nanti yang mungkin akan menyenangkan, maka bisa disebut weekendhygge. Atau kamu menyukai makanan manis yang bisa mengembalikan mood-mu, maka bisa dinamakan sweetenerhygge, dan lain-lain, yang menyenangkan dirimu.

Kalau aku... 
Aku suka membaca buku, suka aroma kertas dari buku baru, suka cahaya matahari pagi yang mengintip di sela-sela daun pohon mangga, suka bersepeda, suka minum teh atau kopi, suka membuat tulisan seperti ini yang mungkin tidak penting bagimu, sedikit agak suka hujan (hujan yang ramah), suka melihat jepretan foto dari para street photografer yang menyejukkan.

Contohnya ini, dari akun twitter @rykarlsen






(Ket: semua foto adalah milik akun @rykarlsen)


Hanya melihat gambar-gambar seperti itu saja sudah membuatku merasa tenang dan bahagia. Mudah sekali bukan untuk membahagiakan diriku? (kiew-kiew, uhuk ehem)

Seperti itulah.
Rasa-rasanya aku ingin membagikan semua isi buku, tapi nanti Kamu bisa bosan membaca tulisanku ini kalau terlalu panjang. Mungkin spoiler sedikit lagi boleh, hihi, sstt.

Contoh sesuatu hyggelic yang disebutkan di buku ada banyak, ringkasnya seperti berikut:
  • Cahaya yang hangat, furnitur empuk yang mengundang untuk meringkuk di dalamnya, tanaman yang tampak sehat.
  • Aroma roti panggang, kopi yang baru diseduh, tanah yang baru saja dijatuhi air hujan.
  • Selai buatan sendiri yang dipetik dari buah-buahan di kebun.
  • Selimut bulu angsa hangat dan lembut yang membalut sambil menonton film.
  • Bunyi api meretih, musik yang diputar di gramofon, buku yang dibaca keras-keras.
  • dll

Humm, bagaimana ya rasanya hidup di negara 4 musim? Can't imagine. 



I give 9/10 for this amazing book 



Yosh! Fighting. Ayo hidup kembali. Tarik nafas, hembuskan. Teriak sekencang-kencangnya: YAAAAHOOOOOO!! Buang dan hempaskan overthinking juga toxic relationship-mu itu. Nggak penting.




Hello! 

First of all, actually this isn't book review as the other review I've done before. I don't have the flatlay photo of this book as usual for the blog thumbnail because I read them at the electronic book, hehe.

So, I just came here to write anything, the whole arranged words over my head.

This is such a pearl words, some quotes, any precious sentences that may build your soul, no, my soul. Our soul.

I'll give you the book information first, here it is.


(Photo from Twitter/Comment for Credit)


"9 SUMMERS 10 AUTUMNS"

By Iwan Setyawan

Gramedia Pustaka Utama Publisher

ISBN 978-602-03-1799-1

234p


Here we go!


First, from Page 94

When there is love, you can live even without happiness.

─Dostoevsky's (Notes from Underground)


Yes, you are. I've ever read great sounds from great author, thatsomeone who loves being alone, they are never blaming others or getting mad of their situations or being sick of their choices or anything else. Just, they are. They loves(do) what they wanna love(do). We can live, even we are alone, only with the situations if you have a pieces of love. Anything lover. As simple as that.  



From page 147

I can imagine if there's nothing in my pocket,

But I can not imagine if there's no knowledge in my mind and religion in my heart.

There are my other suns in my life.


So much agreed and let me give them a 90° bow down to people who put religion on top and knowledge then, up above everything. No words can say, this is all.



The one below maybe nothing, but I fancy its words, from page 148

Dedicated to my father, mother, sisters and my tears that ever made the most beautiful line on my way here.


Because our tears to be here is something else. Someday, it is overflowing till dry and feeling tired and sick, and this is many people called Hurt. But overall, no pain no gain is real.



The last one, from page 207

Ah, children, ah dear friends, do not be afraid of life! How good life is when you do something good & rightful!

─Dostoevsky's (The Brother Karamazov)


Explained from QS. Al-Furqan (25): 2
He to Whom belongs the kingdom of the heavens and earth, Who has taken to Himself no son nor has He taken any partner in His kingdom, Who created everything and then determined its destiny.




Last but not least, to me, this book a half give me warm feeling, a hope, a luxury imagination that may happen in the future, but a half give me dark grey feeling for no reason.
Based on your mind, your deepest heart, your running soul, you may see your future and forget the past, or just memorized the past for your best future. That is all.



With Love,
Emily





P.s.: I said, this isn't book review and you've done with it? Pfft, thankyou for visiting my worst words.

[Minum Teh]


(Sumber: unsplash.com)



Hari ini, 25 Agustus 2020.

Malam sekitar pukul 10, tiba-tiba aku ingin minum teh hangat nan wangi yang baru saja diseduh diiringi dengan cemilan roti tawar tanpa selai. Semua ini gara-gara aku habis menonton Variety Show Korea Selatan yang berjudul “Summer Vacation”, yang tentu saja itu sangat healingable menurutku.

Dari judulnya saja sudah kelihatan bukan? 🌴🌳💧🌦🍃🌿🌞🏖🏝🏄‍♀️🏄‍♂️

Isinya liburan di musim panas. Selama satu bulan, tinggal di sebuah pedesaan dekat pantai. Berbagai aktivitas dapat dilakukan selama itu.



Bercocok tanam, memberi makan hewan peliharaan, memasak makanan kesukaan, berenang di pantai, membuat gundukan dari pasir pantai, bersepeda keliling desa sepanjang jalan di sekitar pantai, memetik buah dan sayur di kebun, minum teh sambil ngobrol santai di halaman depan rumah, menikmati gemericik suara hujan, kicau burung, dan angin yang lalu lalang serta menghayati indahnya langit fajar dan senja yang tidak bisa dilakukan di kompleks perumahan perkotaan.

 

Syahdu, bukan?

Itu sangat syahdu menurutku. Aku suka hal-hal sederhana seperti itu. apalagi setelah melihat beberapa tayangan variety show Korea yang sedikit banyak isinya seperti itu. Fiuhh. Rasanya ingin menghabiskan hari tua di tempat seperti itu alih-alih di kompleks apartemen mewah nan megah yang di sana kita tidak akan pernah bisa menyentuh tanah tanpa alas kaki.



(Sumber: unsplash.com)

(Sumber: unsplash.com)

(Sumber: unsplash.com)



Kembali ke cerita awal.

Bayangkan saja, aku ingin minum teh pada pukul 10 malam ketika semua orang sudah terlelap di kamarnya masing-masing (saat itu aku sedang berada di asrama kampusku). Tapi, untunglah masih ada 1-2 orang yang masih terjaga sehingga itu membuatku berani untuk segera menyeduh teh (karena aku sangat penakut, jadi harus ada orang yang setidaknya mengobrol di tengah malam agar tidak terkesan sunyi dan horor, sebab suasana asrama saat itu sangat sepi kau tahu).

 

Yah, begitulah. Aku habis melihat tayangan Summer Vacation episode 4. Di situ, tampak sedang hujan, host menginap di sebuah kuil untuk mengikuti pelatihan 1 hari 1 malam. Kemudian, sambil minum teh mereka bertukar cerita. Lingkungan di sana sangat hijau, udaranya bersih dan segar, ditambah ada suara khas hujan di malam hari. Hmm, syahdu.

 

Ahh, ya, jangan lupa tambahkan backsound dari band indie #Senandung yang berjudul ‘Hujan di Balik Jendela’.



Menyenangkan sekali ya. Haha. Begitu sederhana untuk membuat diriku bahagia. Sore, hujan, teh hangat nan wangi, plus backsound hujan di balik jendela.


(Sumber: unsplash.com)

(Sumber: unsplash.com)


For your information, sebenarnya aku tidak suka hujan. Aku bukan tipe anak indie kebanyakan, yang menyukai hujan, kopi, senja dan puisi.




G r a c i a s . . . .




(Photo by Author)


“I AM SARAHZA”

Oleh Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra

Penerbit Republika

Cetakan ke-5, Februari 2019

370 hlm; 13,5x20,5 cm

Rp75.000,-

 

 

 

“Laa Yukallifuwwah-hu Nafsan illaa Wus’ahaa”

Tidaklah Dia akan membebani kita hamba-Nya dengan beban yang tak kuasa kita pikul

 

While there’s hope, there’s life

Di mana ada harapan, di situ ada kehidupan

 

Takjub. Takjub akan kuasa Allah SWT, Tuhan seru sekalian Alam. Takjub akan keajaiban Lauhul Mahfuzh. Takjub akan kegigihan seorang perempuan yang mendamba predikat ‘Ibu’. Dan takjub akan kekuatan doa.

 

Itulah yang kurasakan ketika selesai membaca buku yang membuatku benar-benar tak habis pikir akan seorang Hanum Salsabiela Rais, putri kedua Bapak Amien Rais (mantan calon presiden RI 2004). Benar-benar tidak kusangka.

 

Sungguh, di dunia ini satu-satunya sumber keajaiban adalah Allah SWT.

Jika kau merasa benar-benar sudah mengerahkan seluruh tenaga dan usahamu untuk meraih sesuatu yang kau inginkan, yakinlah, masih ada satu faktor terakhir sebagai penentu keberhasilan usaha itu, ialah faktor X, faktor paling puncak, alias berserah diri kepada Allah SWT.

 

Sudah sering mendengar itu kan?

Kewajiban kita adalah berusaha dan berdoa. Sisanya urusan Allah SWT. Apapun hasilnya, jika Allah SWT berkehendak demikian, artinya, hasil tersebut memang yang terbaik untuk kita. Setidaknya untuk sekarang.

 

Awalnya kupikir ini hanya buku biasa yang menceritakan seorang anak perempuan kesayangan Hanum dan Rangga, paling-paling isinya juga nggak jauh-jauh dari memamerkan kebahagiaan, keceriaan, senda gurau dan lain-lain. Hehe. Aku sudah keterlaluan ya su’udzonnya.

 

Tapi aku tetap tertarik untuk memilikinya. Mengingat karya-karya Hanum sebelumnya yang berhasil membuatku berdecak kagum dan berlinang air mata, pastilah karyanya yang ini juga akan membuatku lebih terheran-heran.

 

Dan ternyata benar.

 

(Sumber: twitter.com/rykarlsen)

Melalui buku ini Hanum bercerita lika-liku perjalanan hidup pasca pernikahannya dengan Rangga hingga perjuangannya untuk mendapatkan Sarahza. Asal Kau tahu, aku sudah mengincar buku ini sejak sebelum diterbitkan (tahun 2018), setelah aku menamatkan bacaanku pada buku 99 Cahaya di Langit Eropa serta Bulan Terbelah di Langit Amerika yang juga karya mereka.

 

Masyaa Allah...

Ketika membaca bagian yang membuatku terhempas, aku tidak tahu harus berkata apalagi. Sekelas penulis best seller Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra, yang namanya selalu dicetak timbul di buku karyanya, yang selalu kuinginkan agar aku bisa menjadi penulis hebat seperti dia,  ternyata mengawali karier sebagai penulis justru di saat mereka berada di titik terendah dalam hidupnya. Saat kesedihan paling berat menghujani mereka.

 

Kupikir ide menulis dua buku sejarah islam di atas adalah murni karena ia memang ingin menulisnya, ingin jalan-jalan keliling dunia, ingin menapaki sejarah islam, atau dengan kata lain karena ia bahagia. Kupikir mereka murni merasakan kebahagiaan yang tak terhingga ketika traveling di bumi Allah SWT, Eropa dan Amerika.

 

Namun, ternyata itu semua adalah salah satu usaha yang mereka lakukan alih-alih daripada terus terpuruk dalam kesedihan yang entah akan berlanjut sampai kapan. Walaupun begitu, mereka tetap menyelipkan niat dakwah dalam usaha mereka itu. Dakwah sambil menulis buku dan menyusun skenario film. Hasilnya, mereka benar belajar dari hal-hal yang tidak tahu menjadi pengetahuan dan pengalaman baru. Itu semua tersalur juga dalam diriku. Baca saja buku 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika.

 

Pikirku, bagaimana bisa ia menyelesaikan dua buku yang temanya lumayan berat itu justru di saat ia sendiri sedang dilanda kesusahan? Bukunya best seller pula. Jadi selama ini, dibalik hingar-bingar penayangan film 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika, ada jiwa manusia yang sedang tak tentram hidupnya, pikirannya khawatir dan gelisah, kesedihannya tak kunjung reda malah semakin membabi buta hingga ia hampir mengalami depresi, keluar jalur. Namanya Hanum Salsabiela Rais.

 

Masyaa Allah... sekali lagi.

(Sumber: twitter.com/rykarlsen)


Kuasa Allah SWT memang tidak bisa ditebak. Semua serba abu-abu di mata manusia. Namun, sungguh, semua takdir manusia itu sudah digariskan dalam Lauhul Mahfuzh.

 

Aku tidak ingin memberikan spoiler terlalu banyak di sini. Alangkah baiknya Kau membaca sendiri setiap detail di buku ini. Kujamin Kau akan berpendapat sama sepertiku. Takjub. Kagum. Tak habis pikir.

 

Rasanya aku ingin menyapa Hanum lalu mengatakan ini,

Mbak Hanum benar-benar hebat. Mbak Hanum lulus ujian dari Allah SWT, ujiannya pasti berat banget ya, Mbak. Mbak deserve it so much. Good job, Mbak!

 

Dan yang paling utama dari semua ini adalah adanya sosok suami yang kesetiaannya tidak diragukan sedikitpun, Rangga Almahendra, yang tidak pernah absen menemani Hanum kapanpun dimanapun, yang selalu menghibur dan memberikan jokes gombalan pada Hanum saat ia murung berhari-hari, yang selalu berada di garda terdepan untuk melindungi Hanum.

 

Aku sangat terpesona dengan kisah pertemuan mereka berdua. Pokoknya romantis dan dramatis. Kau harus baca bagian itu. Memang semua perjalanan hidup ini adalah suratan takdir. Termasuk perjalananku dan kalian juga.

 

Ah, satu lagi. Aku juga suka semangat Rangga mengejar beasiswa sampai ke Negara Austria. Semenjak tahu kehidupan Rangga menempuh predikat doktoral di Wina, aku jadi ingin mencicipi negara Austria.

 

Dari karya Hanum & Rangga inilah, aku menyukai benua Eropa. Aku juga ingin rihlah ke sana, menapaki jejak islam yang masih tersisa, belajar dan mendapatkan beasiswa. Apapun itu. Semenjak 99 Cahaya di Langit Eropa, aku jadi ingin keliling Eropa. Suatu saat. Aamiin.

 

Kalau ini adalah kisah terindah yang pernah Hanum & Rangga tulis, maka ini adalah kisah terindah yang pernah kubaca.


I give 9/10 for this book•

 

 

The depressing moments are the best moments to depress ourselves to Allah –hlm 284