Let's Read and Spread More Loves


 
(Photo by Author)

“Hidup Apa Adanya”🌼
I Decided to Live As Myself
나는 나로 살기로 했다
Oleh Kim Suhyun
Penerbit Transmedia Pustaka
Cetakan ke-2, 2020
296 hlm; 13x19 cm
ISBN (13) 978-623-7100-29-4
Rp99.000,-


Kenapa perasaan iri itu bisa menghancurkan? Karena kita berpikir bahwa apa yang kita miliki tidak bernilai sama sekali (hlm 8).

Jangan pernah iri dengan kehidupan orang lain. Hiduplah dengan kehidupanmu sendiri. Hidup apa adanya. Teriaklah pada mereka sampai tenggorokanmu sakit dengan mengatakan, I just wanna let you know I’m proud, ya memang itu lagunya Marshmello, hihihi.

Sekali lagi, setelah membaca esai karangan penulis Korea Selatan, selalu saja diri ini merasa, hah kenapa ini aku banget? Apa memang orang Korea Selatan banyak yang merasa hidupnya tidak berarti dan penuh tekanan? Tapi, setelah dipikir lagi, memang benar, orang Korea Selatan banyak yang mengalami depresi, merasa tidak berguna, dan rendah diri. Itu juga dikatakan oleh Penulis Kim Suhyun bahwa Korea Selatan merupakan negara dengan tingkat bunuh diri yang tinggi pada warganya. Salah satu penyebabnya adalah depresi. So, dari sini aku berpikir, pantas saja banyak buku esai di Korea Selatan yang membahas tentang hakikat hidup dan sejenisnya.

Bagi orang yang minat bacanya tinggi hanya jika ada visualisasi cerita/gambar di dalamnya, maka buku ini adalah jawabannya. Aku suka sekali tata letaknya. Kau tidak akan pernah bosan dan merasa ngantuk ketika membaca buku ini. Justru yang ada adalah rasa penasaran ingin segara mengetahui epilog apa yang ingin disampaikan penulis.

Secara garis besar, buku ini meminta kita untuk hidup biasa saja. Tidak perlu memaksakan apapun demi kebahagiaan di masa depan. Yang terpenting adalah kehidupan kita untuk sekarang. Bukan pada masa lalu maupun masa depan. Kita tidak bisa menganggap sebuah kebahagiaan adalah tujuan hidup yang sebenar-benarnya. Namun, kita bisa menggunakan kebahagiaan itu untuk terus hidup pada masa sekarang, sekecil apapun itu.

Memang, di era revolusi industri 4.0 ini tidak bisa dipungkiri pentingnya keberadaan dan kemajuan teknologi. Apalagi media sosial yang semakin marak dan menjadi candu oleh masyarakat. Tidak bisa dibantah juga kalau ada yang mengatakan bahwa media sosial adalah salah satu unsur penting di zaman ini. Pada kenyataannya memang seperti itu, ‘kan? Semua orang memiliki media sosial. Semuanya berlomba-lomba eksis di akun media sosial masing-masing. Semuanya berusaha ingin dikenal dan dipahami. Tidak ada yang ingin direndahkan. Tidak ada yang ingin dikucilkan.

Namun, di luar semua itu, dampak yang dibawa oleh kecanggihan teknologi juga tidak main-main. Gara-gara menengok media sosial, instagram misalnya, seseorang bisa berubah sifat menjadi lebih murung. Atau lebih pendiam dari biasanya, bahkan bisa mengakibatkan rasa rendah diri dan kurang kepercayaan pada diri sendiri yang berakhir pada rasa depresi. Padahal, sebelum itu semua, ia telah membangun benteng pertahanan dirinya sendiri dengan cukup gigih dan bertekad kuat. Hanya karena melihat postingan foto seseorang di media sosial, benteng itu bisa rapuh dan meninggalkan luka yang sakit teramat sangat. Sebegitu besarnya pengaruh yang dibawa oleh hadirnya media sosial di tengah masyarakat ini.

Ada juga yang begini,
Aku harus bisa masuk ke Universitas A karena teman-temanku ingin masuk ke kampus itu.
Aku harus bisa diterima di perusahaan B karena teman-teman akan menilaiku sebagai seorang yang sukses.
Aku ingin mengubah penampilan seperti dia yang dikagumi oleh banyak orang.
Aku ingin membeli barang bermerek agar orang-orang menilaiku sebagai orang kaya.
(Kutipan pada sinopsis buku)

Fiuhh, mari kita hempaskan napas sejenak. Begini, hidupmu itu adalah hidupmu. Kau tidak perlu mengindahkan pendapat orang. Kau berhak hidup dengan pilihanmu sendiri. Mengapa Kau sebegitu gigihnya memilih untuk menjadi orang lain daripada menjadi dirimu sendiri? Saranku, hiduplah dengan ciri khas dirimu sampai Kau menemukan versi terbaik dari dirimu sendiri.

Tapi, sulit, ya?

Ya, aku sendiri begitu. Aku juga dalam tahap untuk mencintai diriku sendiri sepenuhnya. Bangga terhadap diri sendiri adalah suatu pencapaian terbesar, Kau tahu? Lakukanlah itu daripada Kau stres menanggapi komentar orang lain terhadap dirimu. Memangnya mereka siapa?

(Sumber: stocksnap)

Kalau kata Penulis Kim Suhyun, Aturlah kebahagiaanmu sendiri. Dengan standar kebahagiaanmu, bukan standar kebahagiaan orang lain. Kau tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi baik agar dinilai baik. Kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri, apa adanya.

I give 9/10 for this book•

Dari Kurt Cobain,
Daripada aku dicintai karena kebohonganku, lebih baik aku dibenci karena apa adanya diriku. 


Terima Kasih
Salam Hangat 

(Sumber: stocksnap.io)


Ketika hujan mulai berhamburan
Merebutkan posisi pertama
Untuk jatuh tepat di permukaan tanah
Ketika itu...
Malam hari...
Langit baru saja melayani para kurcaci di bawahnya
Memberikan cahaya kilau yang bertabur bintang
Dan sekarang ini cahaya itu telah lenyap
Juga bintangnya...
Kurcaci – kurcaci merangkak entah kemana
Bukan merangkak, mungkin merengek...
Karena kilau bintangnya lenyap tak bersisa
Direnggut hujan yang tak berdosa...


Sekarang ini, aku ingin mengetahuinya
Hanya pada saat hujan sekarang ini
Perasaanku seperti setetes air hujan
Seperti maple di musim gugur
Bahkan...
Seperti gunung es yang saljunya makin menebal

Hanya ada satu yang aku inginkan
Aku ingin mengetahuinya...
Apakah kamu merasa... ?
Seperti langit yang terus menerus melemparkan bulirnya
Membiarkan tetesannya terus mengalir
Pada jiwa yang entah menginginkan apa
Tapi ia tak ingin hujan...
Apakah kamu merasa seperti itu ?
Kamu tahu ? Itu sangat melukaiku...


Andaikata...
Aku kehilangan musim semiku
Tidak masalah...
Aku bahkan tak tahu kapan itu mulai bersemi
Aku masih bisa menikmati hari – hari bersama hujan
Yang bahkan aku tahu itu sangat melukaiku
Tapi aku percaya satu hal
Langit tak akan membiarkan jiwa yang ringkuh ini
Terus memperdalam lukanya
Mungkin ia akan menyuguhkan kilaunya lagi setelah itu

Meskipun sebenarnya... Aku tahu...
Kurcaci – kurcaci tadi masih enggan
Menatap hujan
Tapi, aku berharap...
Angin selalu berhembus
Membawa harapan – harapanku
Luluh bersama hujan...




[Kala itu, pertama kali aku terbang terlalu tinggi dan sakit ketika jatuh]